Resah Kena Royalti, Ayo Kita Pahami Makna Royalti?

KOMPAS™, MAGETAN – Beberapa waktu terakhir masyarakat ramai membahas tentang Royalti. Pembahasan tersebut juga sempat menjadi diskusi warung kopi di Magetan serta beberapa isu lainnya yang belum tentu benar.
Ada yang menarik obrolan warkop tersebut, berdiskusi tentang isu bahwa ada restoran, rumah makan, sampai ada manajemen sebuah Perusahaan Oto Bus Pariwisata yang tidak mau memutar musik karena kuatir dimintai royalti.
Ada juga sebuah Hotel Syariah di Mataram yang tidak mau memutar murotal Al Quran di Loby Hotelnya karena takut dikenakan royalti. Selain itu ada juga salah satu komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasioanal mengatakan pemutaran Lagu ”Indonesia Raya” juga harus membayar Royalti.
Ya begitulah obrolan di warung kopi belakangan ini, namun penulis tidak akan membahas tentang benar atau tidaknya kejadian itu, namun akan membahas tentang apa itu Royalti atau Hak Royalti.
Hak royalty Adalah imbalan atau pembayaran yang diberikan kepada pemilik hak cipta atau hak terkait atas pemanfaatan ciptaan atau produk hak terkait komersial. Jadi pembayaran royalty itu tidak semata mata hanya urusan lagu, tetapi juga hal hal lainnya.
Royalti biasanya berupa persentase dari pendapatan yang diperoleh dari penjualan atau penggunaan atas ciptaan tersebut. Membahas royalti tentunya kita juga harus membahas apa itu Hak cipta yang mendasari munculnya royalti?
Hak cipta adalah hak cipta eklusif yang diberikan kepada pencipta untuk mengendalikan penggunaan karya ciptanya. Pembayaran royalti tentunya mempunyai batasan batasan atas pemanfaatan komersial. Royalti dibayarkan ketika ciptaan atau produk terkait hak tersebut digunakan untuk tujuan komersial seperti untuk penjualan, penyewaan, atau pertunjukan, bukan untukn kegiatan sosial.
Siapa yang berhak menerima royalti? Yang berhak menerima royalti adalah pemegang hak cipta atau pencipta atas produk tersebut.
Dasar hukum tentang royalti ini diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 56 tahun 2021. Peraturan Pemerintah ini menyebutkan bahwa penggunaan lagu dan musik dalam berbagai bentuk layanan publik yang bersifat komersial seperti restoran,kafe,konser musik wajib membayar royalti. Peraturan Pemerintah ini juga mengatur Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Lembaga ini yang ditunjuk untuk menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada pencipta dan pemegang hak cipta. LMKN ini adalah lembaga non pemerintah yang membantu pemerintah non APBN yang dibentuk oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia berdasarkan UU hak cipta. Maka dengan adanya aturan tersebut setiap orang yang memanfaatkan lagu dan musik untuk kepentingan komersial memiliki kewajiban untuk membayar royalti sebagai bentuk penghargaan atas karya cipta.
Undang undang nomor 28 tahun 2014 juga mengatur tentang hak cipta serta peraturan turunannya. Peraturan Pemerintah no 56 tahun 2021 ini yang secara detail mengatur mekanisme pengelolaan royalti termasuk juga siapa saja yang wajib membayar royalti,siapa yang berhak menerima dan bagaimana royalti itu dikelola.
Apakah royalti itu diterima oleh Pemerintah seperti pungutan pajak? Tentu tidak, pembayaran royalti diterima dan dikelola oleh LMKN bukan oleh pemerintah. Menteri Hukum, Supratman Andi menegaskan bahwa pembayaran royalti musik adalah kewajiban yang diatur dalam Undang-undang Hak cipta dan bukan merupakan Pajak atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dana yang terkumpul dari royalti 100 persen wajib disalurkan kepada pencipta, musisi, produser atau pihak lain yang berhak dengan pengecualian biaya operasional lembaga pemungut.
Pembayaran Royalti merupakan amanat undang undang, tidak ada satu rupiah pun yang masuk kas negara. Saat ini menurut Menteri Hukum Lembaga Manajemen Kolektif Nasional mampu mengumpulkan royalti hingga Rp.270 Milliar pertahun.
Sebagai langkah agar masyarakat tidak salah persepsi tentang royalti, sudah seharusnya pemerintah menyampaikan sosialisasi tentang royalti kepada publik secara masif, sehingga tidak membuat masyarakat resah atau takut dalam menggunakan karya atau ciptaan orang lain. (*)
*) Oleh : Ahmad Setiawan, S.H., M.H.
Advokat dan Managing Partner Firma Hukum AS Law Firm
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi kompasnusantara.co.id
*) Opini di KOMPAS Nusantara terbuka untuk umum. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.