Cegah Korupsi, KPK Sosialisasi di Pacitan

Hari Prasetyo 14 Aug 2025 Pemerintahan
Cegah Korupsi, KPK Sosialisasi di Pacitan

KOMPAS™, PACITAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadir di Pacitan bukan untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT). KPK memberikan sosialisasi pencegahan korupsi kepada penyelenggara pemerintahan daerah. Acara ini berlangsung di Gedung Karya Dharma Pacitan dengan menghadirkan Direktur Monitoring KPK, Aida Ratna Zulaiha, sebagai narasumber.

Aida menyebut jenis korupsi yang paling banyak terjadi berada pada sektor pengadaan barang dan jasa, terutama melalui praktik mark up. Modus lain yang sering ditemukan meliputi perizinan, hibah pemerintah daerah, jual beli jabatan, serta pemerasan oleh pejabat dalam menjalankan fungsinya

“Selain itu, modus lain yang kerap terjadi meliputi perizinan, hibah pemerintah daerah, jual beli jabatan, serta pemerasan oleh pejabat saat melaksanakan fungsinya,” katanya Rabu (13/8/2025).

Data KPK menunjukkan, dari seluruh perkara yang ditangani, 62 persen berupa gratifikasi, 25 persen terkait pengadaan barang dan jasa, 4 persen tindak pidana pencucian uang (TPPU), 3 persen penyalahgunaan anggaran, 2 persen perizinan, dan 1 persen merintangi kerja KPK.

Aida mengingatkan pentingnya tata kelola pemerintahan yang berintegritas sejak tahap perencanaan, penganggaran, pengelolaan SDM, hingga pengawasan. Ia juga menekankan peran Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP) untuk memperkuat mitigasi di titik-titik rawan seperti pemecahan paket proyek, mark up harga perkiraan sendiri (HPS), negosiasi di luar sistem, konflik kepentingan, serta minimnya pemanfaatan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) yang kerap mempersulit penelusuran jejak digital.

“Langkah ini agar celah korupsi bisa dihindari,” tegasnya.

Sementara itu, data Sistem Informasi Satu Data (Satuin) Inspektorat Pacitan mencatat ada 945 rekomendasi hasil pemeriksaan, terdiri dari 797 yang sudah ditindaklanjuti pemerintah desa dan 148 oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Aida juga menyoroti Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 yang mengatur kategori hukuman koruptor. Dalam aturan tersebut, kerugian negara di bawah Rp200 juta dikategorikan sangat ringan. Bahkan untuk kerugian di bawah Rp50 juta, hakim dapat tidak menjatuhkan pidana denda, cukup dengan pidana badan dan pengembalian uang hasil korupsi.

“Karena orientasinya pengembalian keuangan negara, seringkali kasus-kasus kecil meskipun pelaku dipenjara, kerugian negara tidak kembali,” pungkasnya. (*)

Sumber: Berita Jatim