Benarkah, Tanah Hak Milik Bisa Dikuasai Negara?

KOMPAS™, MAGETAN – Belakangan warga masyarakat dihebohkan tentang isu pemerintah/negara akan menguasai atau mengambil alih lahan warga yang bersertifikat, baik sertifikat hak milik, sertifikat hak guna bangunan, hak pakai maupun hak pengelolaan, kalau tidak dimanfaatkan selama 2 tahun.
Sertifikat hak milik maupun lainnya dapat dikuasai negara dengan dengan pelepasan hak oleh pemegang hak, pemegang hak menyerahkan haknya kepada negara dengan sukarela, sedangkan untuk tanah terlantar, lahan yang tidak diurus dan ditelantarkan oleh pemegang hak, negara dapat menguasai lahan tersebut berdasarkan peraturan perundang undangan.
Dasar hukum tertinggi penguasaan oleh negara adalah Pasal 33 ayat(3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa ”Bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat”.
Secara spesifik penulis akan membahas dasar hukum yang secara khusus mengatur tentang tanah terlantar. Dasar hukum pelaksanaan penertiban tanah terlantar oleh negara adalah dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No 20 tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar oleh Negara. Negara melalui peraturan tersebut mempunyai kewenangan untuk menertibkan dan menguasai tanah yang dianggap terlantar.
Latar belakang munculnya peraturan pemerintah tersebut adalah salah satunya untuk menjaga ketertiban masyarakat dan mengatur serta memaksimalkan lahan atau tanah terlantar yang secara hak telah dikuasai oleh pihak-pihak yang kemudian tidak memanfaatkanya, ini akan menjadi permasalahan ketika tanah atau lahan tersebut akhirnya dimanfaatkan sekelompok orang yang secara legal tidak berhak untuk memanfaatkan lahan tersebut (kecuali atas ijin pemilik hak atau dengan perjanjian).
PP juga secara jelas mengatur tentang Obyek penertiban yang mencakup kawasan atau tanah yang terlantar, termasuk tanah yang memiliki izin/konsesi/perijinan berusaha, hak pengelolaan dan alasan dasar penguasaan atas tanah. Juga dilakukan inventarisir terhadap kawasan dan tanah yang terindikasi terlantar untuk mengidentifikasi masalah dan potensi pemanfaatannya.
Dasar penetapan tanah terlantar adalah pada pasal 5 (1) PP nomor 20 tahun 2021 yang menyatakan tanah yang telah terlantar atau belum terdaftar yang dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan atau tidak dipelihara menjadi obyek penertiban tanah terlantar. Pada ayat 2 juga menyatakan menteri melakukan penertiban terhadap tanah terlantar sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Obyek penertiban kawasan terlantar meliputi Kawasan Pertambangan, Kawasan Perkebunan, Kawasan Industri, Kawasan pariwisata, Kawasan Perumahan/Pemukiman dan kawasan lain yang pengusahaan, penggunaan dan atau pemanfaatannya didasarkan atas izin/konsesi.
Jadi negara tidak serta merta akan menguasai lahan ”rakyat kecil” tetapi lebih ke perusahaan korporate. Tanah hak milik bisa menjadi obyek penertiban tanah terlantar jika dengan sengaja tidak pergunakan, tidak dimanfaatkan dan tidak dipelihara sehingga dikuasai masyarakat serta menjadi wilayah perkampungan. Lahan yang dikuasai pihak lain secara terus menerus selama 20 tahun tanpa adanya hubungan hukum dengan pemegang hak.
Fungsi sosial Hak atas tanah tidak terpenuhi baik pemegang hak masih ada maupun sudah tidak ada (pasal 7 ayat 2 PP no 20 tahun 2021). Pada pasal 7 ayat 3 PP tersebuit juga jelas menyatakan Tanah hak guna bangunan,hak pakai,dan hak pengelolaan menjadi obyek penertiban tanah terlantar jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan dan tidak dipelihara terhitung mulai 2 tahun sejak diterbitkannya Hak.
Jadi jelas Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk mengatur agar tidak ada monopoli penguasaan lahan yang dilakukan oleh kaum berduit dan mengurangi kesempatan rakyat kecil untuk mendapatkan tanah. Dalam melakukan penertiban tanah terlantar Negara atau pemerintah dalam hal ini kementrian ATR/BPN juga diharuskan melalui tahapan tahapan yang diatur peraturan perundang undangan. Seperti harus melakukan tahapan evaluasi, memberikan surat peringatan baru melakukan penetapan tanah atau lahan terlantar. Total waktu yang dibutuhkan untuk proses penetapan lahan terlantar sekitar 580 hari baru bisa ditetapkan.
Jadi terbitnya PP no 20 tahun 2021 sebenarnya bertujuan untuk menertibkan kawasan dan tanah yang tidak dimanfaatkan secara optimal atau terlantar serta mengatur pemanfaatan dan pengelolaannya. Ini untuk menjaga agar tidak ada monopoli atau penguasaan lahan oleh para kapitalis yang akan merugikan rakyat kecil. Meskipun negara memiliki hak menguasai tanah, SHM tetap merupakan hak yang kuat dan terkuat yang dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia. Jika pun ada penguasaan negara atas tanah, baik melaui pelepasan hak maupun status tanah terlantar harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. (*)
Berita Ekoran lainnya klik Ekoran KOMPAS™ sajian berita dengan konsep Koran

*) Oleh : Ahmad Setiawan, S.H., M.H.
Advokat dan Managing Partner Firma Hukum AS Law Firm
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi kompasnusantara.co.id
*) Opini di KOMPAS Nusantara terbuka untuk umum. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.