DD Tahap II Macet, APDESI Ponorogo Bersuara
KOMPAS™, PONOROGO – Macetnya DD Tahap 2 tahun 2025, membuat resah para kepala desa. Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Ponorogo audensi dengan DPRD Kabupaten Ponorogo di ruang rapat lantai tiga gedung DPRD, Senin, (1/12).
Wakil Ketua DPRD, Anik Suharto, didampingi dua pimpinan dewan lainnya, Pamudji dan Evi Dwitasari memimpin jalannya audensi, Hadir pula jajaran Komisi A serta perwakilan Pemkab Ponorogo. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari surat resmi APDESI yang meminta ruang dialog atas sejumlah persoalan krusial di tingkat desa.
Ketua APDESI Ponorogo, Eko Mulyadi, membawa empat aspirasi utama yang mewakili keresahan para kepala desa, bahwa APDESI Kabupaten Ponorogo:
- Mendukung program nasional Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) dan memastikan seluruh kepala desa di Ponorogo mendukung kebijakan pemerintah pusat tersebut.
- Meminta agar PMK Nomor 81 Tahun 2025 ditunda penerapannya hingga 2026, karena dinilai aturan baru itu mengacaukan struktur APBDes 2025, karena Dana Desa (DD) tahap II terancam tidak cair.
- Meminta DPRD bersurat ke Kemenkeu, jika DD tahap II tetap tidak cair, mereka meminta dewan membantu menyuarakan kondisi riil desa ke pemerintah pusat.
- Memastikan ADD aman serta menghentikan kegiatan OPD yang membebani desa. APDESI menyoroti sejumlah kegiatan OPD yang “menitipkan anggaran” melalui Dana Desa, seperti program kesehatan dan KB, sehingga menambah tekanan bagi desa.

Dana Desa (DD) tahap II tahun 2025 yang terkunci, dan adanya potongan 50%, serta Program OPD yang membebani pemerintah desa, membuat gelisah pemerintah desa. Kekhawatiran desa makin kuat setelah banyak kegiatan APBDes 2025 sudah berjalan, tetapi Dana Desa tahap II justru mandek.
Didik, Kades Badegan, dan Langen, Kades Jalen (Balong) menyuarakan bahwa penerapan PMK 81/2025 terlalu mendadak. Bahkan, desa menghadapi ancaman pemotongan DD hingga 50 persen pada 2026.
Kepala Dinas PMD Ponorogo, Toni Sumarsono, menegaskan bahwa pihaknya telah mengingatkan desa sejak penyusunan APBD 2025 agar kegiatan ketahanan pangan dialihkan dari fisik menjadi pembiayaan. Namun, pengetatan dari pusat pada 1 September 2025 membuat DD tahap II banyak yang tidak tersalurkan.
“Ada Rp49,9 miliar yang tidak bisa ditransfer. Kami sudah berjuang melalui berbagai forum, tapi sampai kini belum ada respons resmi dari Kemenkeu,” ungkapnya.
Kades Sedarat, Sugeng, menambahkan pernyataan tegas bahwa desa adalah pondasi negara. Ia mempertanyakan mengapa dana desa bisa terkunci oleh Kemenkeu dan meminta kajian mendalam.
Sementara itu, Lurah Bareng (Babadan) menyoroti kondisi APBD 2026 dan meminta ADD tetap aman di angka 12%. Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Wakil Bupati Lisdyarita atas dukungan terhadap desa.
Anik Suharto, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Ponorogo yang memimpin audensi menerima aspirasi dan pihaknya akan menyusun berita acara resmi yang akan dikirimkan ke Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Presiden Republik Indonesia
“Ini adalah bentuk ikhtiar kami agar suara desa benar-benar sampai ke pemerintah pusat,” pungkas Anik Suharto, Wakil Ketua DPRD Ponorogo yang memimpin audensi dengan APDESI Ponorogo. (*)