Negara Lepas Lahan Hutan 27,73 Hektare untuk Masyarakat Ponorogo

KOMPAS™, PONOROGO – Menarik, masyarakat yang turun temurun memanfaatkan lahan dalam kawasan hutan. Negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan melepaskan sebagian lahan itu melalui skema Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTPKH). Menyikapi hal ini, Pemkab Ponorogo sudah menggelar rapat persiapan Trayek Batas Areal persetujuan Pelepasan Kawasan Hutan bersama Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI Yogyakarta, Kamis, (25/9).
Menurut Kepala BPKH Wilayah XI, Firman Fahada, lahan kawasan hutan di Ponorogo yang dilepaskan itu tersebar di 24 desa dalam 10 kecamatan. Wilayah Kecamatan Ngrayun yang tercatat memiliki porsi terbesar dengan 61 persen dari total luas. Disusul Kecamatan Sambit yang merupakan lahan relokasi warga terdampak longsor pada tahun 1992.

“Awalnya peta indikatif menunjukkan luasan 110,16 hektare. Setelah identifikasi ulang dan overlay peta batas kabupaten, luasnya terus disesuaikan hingga akhirnya disetujui oleh Kementerian seluas 27,73 hektare,” jelas Firman Fahada dalam rapat yang digelar di Aula Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperinda) Ponorogo itu.
Dia memastikan proses usulan pelepasan kawasan hutan melalui PPTPKH telah melalui berbagai tahapan teknis dan administratif. Terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri LHK Nomor 287 Tahun 2025 tentang Pelepasan Area PPTPKH menjadi titik terang penyelesaian persoalan penguasaan lahan kawasan hutan oleh masyarakat yang selama puluhan tahun tak kunjung selesai. “Ini problem agraria yang telah berlangsung lintas generasi,” terangnya.
Firman juga mengungkapkan bahwa penyesuaian luasan lahan menerapkan sikap kehati-hatian. Identifikasi lapangan melibatkan Perencanaan Hutan Wilayah II Madiun, KPH Madiun dan KPH Lawu, serta tim terpadu. Peserta rapat juga membahas rencana teknis penataan batas yang meliputi pemasangan 1.100 pal batas di sepanjang lahan 34,57 kilometer. Seluruh biaya yang muncul dalam kegiatan itu ditanggung APBN sehingga masyarakat tidak dibebani biaya apa pun.
“Setelah proses ukur-mengukur rampung, berita acara akan diserahkan kepada BPN (Badan Pertanahan Nasional) untuk diterbitkan sertifikat hak milik kepada warga penerima manfaat,” jelasnya.
Sementara itu, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menegaskan pentingnya percepatan proses karena berkaitan langsung dengan hak-hak dasar masyarakat. Pelepasan kawasan hutan lewat skema PPTPKH memberi kepastian hukum atas lahan yang sudah lama dimanfaatkan warga. Bersamaan itu, menjadi bentuk nyata kehadiran negara dalam memberikan keadilan agraria.
“Banyak warga sudah menempati lahan itu puluhan tahun tapi sampai sekarang belum punya kepastian hukum. Saya berharap warga bisa segera pegang sertifikat,” ujar Bupati Sugiri Sancoko.
Menurutnya, pelepasan lahan kawasan hutan memang tidak terlihat secara kasat mata. Namun, dampaknya besar bagi kehidupan masyarakat. Dia meminta semua pihak, mulai pemerintah desa hingga lembaga vertikal intens bekerja sama agar proses pengukuran batas rampung pada Oktober 2025.

“Kalau dulu pernah coba pakai skema tukar-menukar kawasan tapi belum berhasil. Sekarang muncul jalur jelas lewat PPTPKH, ini momentum yang harus kita tuntaskan bersama,” tegasnya.
Rapat itu juga dihadiri oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Kepala Cabang Dinas Kehutanan Wilayah Pacitan, Kepala KPH Madiun, Kepala KPH Lawu, Kepala Perencanaan Hutan Wilayah II Madiun, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ponorogo, serta camat dan kepala desa dari wilayah yang termasuk dalam trayek batas area pelepasan kawasan hutan. (*)
Sumber: ponorogo.go.id