Musim Pancaroba, Dinkes Ponorogo Ingatkan Jaga Kesehatan dan Waspadai Pneumonia

KOMPAS™, PONOROGO – Pneumonia atau radang paru-paru, gejala awalnya mirip penyakit influenza. Banyaknya kasus Dinkes Ponorogo ingatkan masyarakat untuk menjaga kesehatan dan kebiasaan seperti saat wabah Cobid-19.
Menurut data Dinas Kesehatan Ponorogo jumlah kasus peradangan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau jamur berkisar antara 1.000 hingga 2.000 kasus per tahun.
Sedangkan sampai pertengahan tahun 2025 tercatat 588 kasus pneumonia di Ponorogo. Meski tergolong rendah dan belum masuk status darurat, pneumonia tetap harus diwaspadai.
“Musim pancaroba seperti sekarang ini rentan menurunkan daya tubuh seseorang, akibatnya meningkatkan risiko terkena infeksi,” kata Triyana Wahyudianto, Ketua Tim Kerja Pemberantasan Penyakit Menular dan Pengelola Program Infeski Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Dinas Kesehatan (Dinkes) Ponorogo, Rabu (30/7).
Ia menerangkan karena sifatnya yang menular dan berbahaya, pneumonia biasanya cepat memburuk kalau terjadi pada bayi, anak-anak, lansia, atau orang dengan daya tahan tubuh rendah, gejalanya berupa batuk berdahak, sesak napas, atau demam.
Menurutnya Dinkes Ponorogo selama ini mengandalkan sistem kewaspadaan dini dan respon (SKDR) dalam memantau persebaran pneumonia. Setiap fasilitas kesehatan wajib melaporkan kasus dengan gejala influenza-like illness (ILI) dalam waktu 1×24 jam. ILI didefinisikan sebagai ISPA oleh virus dengan gejala utama batuk kering, demam, rasa lelah berlebihan, dani gejala penyerta lainnya.
“Laporan akan dianalisis oleh tim surveilans guna mengantisipasi potensi penyebaran penyakit,” ungkapnya.
Dinkes Ponorogo juga melakukan evaluasi program setiap enam bulan dan validasi data di akhir tahun. Jika ditemukan kejadian luar biasa (KLB), tim surveilans bersama tim kritis segera melakukan koordinasi dan penanganan darurat.
“Langkah-langkah ini memungkinkan deteksi dini dan respon cepat. Hasilnya digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan serta intervensi yang lebih tepat sasaran, sekaligus sebagai bahan evaluasi tingkat kabupaten,” terangnya..
Sedangkan upaya pencegahan pneumonia melalui program pengendalian penyakit menular di seluruh fasilitas kesehatan. Berbagai kegiatan seperti skrining balita, penyuluhan di posyandu, dan sosialisasi dalam forum lintas sektor terus digencarkan. Dinkes juga bersinergi dengan kader kesehatan, masyarakat, serta bidang kesehatan masyarakat (Kesmas) dalam pemantauan penyakit paru, termasuk pneumonia.
“Pencegahan pneumonia perlu keterlibatan faskes, kader, dan masyarakat agar upaya deteksi dini dan edukasi benar-benar menyeluruh,” tuturnya.
Dia menambahkan bahwa selain disebabkan oleh virus atau bakteri, pneumonia juga bisa diperparah oleh faktor lingkungan seperti asap rokok, pencemaran udara, dan kepadatan populasi. Namun, dinkes lebih fokus pada penanganan sesuai gejala dibanding mencari penyebab utama.
“Kalau gejalanya ringan atau sedang, pasien diberi antibiotik dan obat simptomatik secara rawat jalan. Tiga hari kemudian dicek ulang. Jika kondisi pasien memburuk, langsung dirujuk ke rumah sakit,” ujarnya.
Triyana mengimbau masyarakat untuk mempertahankan kebiasaan baik yang sudah dibentuk sejak masa pandemi COVID-19. Yakni, mengenakan masker di keramaian atau lokasi berdebu menjaga kebersihan, mengonsumsi makanan bergizi, dan mengelola stress,
“Lebih baik mencegah daripada mengobati, dengan proteksi dari dalam dan luar tubuh,” pungkasnya. (*)
